Sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara, Presiden Indonesia memiliki cara tersendiri dalam menjalankan pekerjaannya. Salah satu cara tersebut adalah dengan dibantu oleh beberapa orang yang dipilihnya sendiri untuk membantunya dalam mengambil keputusan dan melaksanakan tugas-tugasnya sebagai kepala negara.
Siapa Saja yang Membantu Presiden?
Pada masa sebelum terbentuknya MPR, Presiden Indonesia dibantu oleh sejumlah orang yang biasa disebut sebagai Dewan Pertimbangan Presiden (Dekpres). Dewan ini dibentuk oleh Presiden sebagai sarana untuk mendapatkan masukan dalam mengambil keputusan penting terkait negara.
Meskipun jumlah anggota Dekpres tidak ditentukan secara pasti, terdapat beberapa tokoh penting pada masa itu yang tergabung di dalamnya. Beberapa di antaranya adalah:
Nama | Jabatan |
---|---|
Dr. Radjiman Wedyodiningrat | Mantan Menteri Luar Negeri |
Mr. Sunario | Mantan Menteri Luar Negeri |
Mr. Sumitro Djojohadikusumo | Mantan Menteri Keuangan |
Mr. Sjafruddin Prawiranegara | Mantan Perdana Menteri |
Mr. Mohammad Roem | Mantan Menteri Dalam Negeri |
Selain dari kalangan menteri dan mantan menteri, terdapat juga tokoh-tokoh lain yang dipilih oleh Presiden untuk menjadi anggota Dekpres. Tokoh-tokoh ini biasanya memiliki latar belakang akademis atau profesional yang dianggap mampu memberikan masukan yang baik terkait dengan tugas-tugas Presiden.
Bagaimana Cara Kerja Dekpres?
Dekpres berfungsi sebagai penasihat Presiden dalam mengambil keputusan penting terkait negara. Mereka tidak memiliki kewenangan untuk membuat keputusan secara langsung, tetapi membantu Presiden dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk kepentingan negara.
Dalam menjalankan tugasnya, Dekpres biasanya melakukan rapat-rapat tertutup dengan Presiden untuk membahas berbagai masalah yang dihadapi negara. Rapat ini biasanya diadakan secara rutin dan dihadiri oleh seluruh anggota Dekpres.
Setelah melakukan diskusi, Dekpres kemudian memberikan masukan kepada Presiden. Meskipun Presiden tidak diwajibkan untuk mengikuti saran dari Dekpres, masukan yang diberikan biasanya sangat berharga dalam membantu Presiden mengambil keputusan yang tepat.
Mengapa Dekpres Dibubarkan?
Setelah terbentuknya MPR pada tahun 1971, peran Dekpres sebagai penasihat Presiden menjadi kurang relevan. Hal ini disebabkan karena MPR memiliki kewenangan untuk mengawasi dan mengontrol kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan yang diambil oleh Presiden.
Dengan adanya MPR, Presiden tidak lagi membutuhkan penasihat yang terlalu banyak. Sebagai gantinya, MPR menjadi lembaga yang lebih representatif dalam memberikan masukan dan mengawasi kebijakan pemerintah.
Pada akhirnya, Dekpres dibubarkan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1983. Meskipun begitu, beberapa anggota Dekpres yang masih relevan dengan tugas-tugas pemerintah tetap dipertahankan dan bekerja di dalam kabinet Presiden.
Apa yang Bisa Dipelajari dari Sejarah Dekpres?
Sejarah Dekpres menunjukkan betapa pentingnya peran penasihat dalam menjalankan pemerintahan sebuah negara. Meskipun Presiden memiliki otoritas tertinggi dalam mengambil keputusan, namun ia juga membutuhkan masukan dari orang-orang yang ahli di bidangnya.
Dekpres juga memberikan pelajaran tentang pentingnya keberagaman dalam sebuah tim penasihat. Dalam Dekpres, terdapat anggota yang berasal dari berbagai latar belakang, baik akademis maupun profesional. Keberagaman ini menjadi nilai tambah dalam memberikan masukan yang holistik dan komprehensif kepada Presiden.
Terakhir, sejarah Dekpres mengajarkan tentang pentingnya adaptasi dan perubahan dalam menjalankan sebuah organisasi. Meskipun pada saat awal terbentuknya Dekpres memiliki peran yang penting dalam pemerintahan, namun perubahan politik dan kondisi sosial membuat peran Dekpres menjadi kurang relevan. Oleh karena itu, Presiden harus mampu mengadaptasi diri dan membuat perubahan yang diperlukan agar pemerintahan tetap efektif dan relevan dengan kondisi yang ada.